I made this widget at MyFlashFetish.com.

Perempuan dalam Lingkaran Hegemoni dan Budaya (bahan review)


190311
PEREMPUAN DALAM LINGKARAN HEGEMONI BUDAYA DAN MEDIA
Faradhillah Hamzah

Budaya adalah suatu kebiasaan yang diterima oleh sekelompok orang di wilayah tertentu dan sukar diubah.
Media adalah alat (sarana) komunikasi seperti koran, majalah, radio, televisi, film, poster, dan spanduk sebagai pemberi informasi kepada masyarakat dan sebagai perantara dari satu pihak ke pihak lainnya.
Nah, budaya yang kita terima sekarang adalah perempuan yang walaupun pendidikannya setinggi apapun ujung-ujungnya akan kembali ke dapur. Ada istilah bahwa perempuan itu dapur, sumur, kasur :D.
Perempuan tak boleh kerja di ranah publik, perempuan hanya bekerja di rumah mengurus urusan rumah tangga dan hal-hal diskriminatif lainnya. Hal ini merupakan konstruksi sosial di mana pada zaman dulu di suatu rumah tangga perempuan yang bekerja mengurus rumah tangga dan laki-laki yang bekerja di luar di mana kemudian ini menjadi suatu kebiasaan hingga dijadikan sebagai adat istiadat kita.
Perempuan juga dilarang keluar malam, alasannya adalah berbahaya bagi keamanan perempuan. Pernyataan ini bisa saja dibantahkan apabila pemerintah setempat memasang lampu jalan di setiap sisi jalan dan menambah jumlah petugas keamanan di beberapa tempat yang dapat menjamin keamanan perempuan. Masih banyak lagi budaya-budaya kita yang memarjinalkan perempuan.
Dalam sisi gender, terkadang perempuan ingin membuktikan bahwa dirinya bisa terjun ke ranah publik dalam rangka menghilangkan kemarjinalan perempuan yaitu dengan menyetarakan posisi perempuan dengan laki-laki. Namun ketika terjun ke ranah publik, perempuan justru memarjinalkan dirinya. Ini merupakan suatu kekeliruan, perbedaan antara perempuan dan laki-laki harus diletakkan pada pembedaan dan persamaan pada penyamaan, bukan perbedaan dan persamaan diletakkan pada penyamaan. Tetapi diletakkan secara proporsional karena laki-laki dan perempuan saling membutuhkan, saling melengkapi.
Sedangkan dari sisi media perempuan merupakan bahan eksploitasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam media, yakni kelompok materialis.
Media memiliki tiga fungsi yaitu informasi, represif, dan pengingat.
Kenapa setiap media iklan selalu ada pemeran perempuan di dalamnya. Bahkan produk yang ditawarkan pun terkadang tak ada hubungannya dengan perempuan itu sendiri. Misalnya saja perempuan dengan sepeda motor, kopi, dan lain sebagainya. Alasan yang realistis yaitu perempuan memang indah, sumber ‘kenikmatan dunia’ dan macam-macam sanjungan yang lainnya.
Ada empat citra perempuan yang dibangun oleh media yaitu citra pigura, citra pilar, citra pinggan, dan citra pergaulan. Citra pigura yaitu di mana iklan selalu menampakkan sisi biologis perempuan. Misalnya saja iklan sabun mandi, hand & body lotion, lulur mandi, dan perlengkapan kosmetik lainnya. Citra pilar yaitu di mana perempuan disorot sebagai tulang punggung keluarga, keapikan fisiknya, pengelolaan sumber daya keluarga, perempuan yang bijak, ibu sebagai guru dll. Misalnya iklan susu Dancow. Citra pinggan di mana media melekatkan perempuan pada area dapur misalnya masako, sasa, dll. Citra pergaulan di mana pergulatan perempuan pada kelas-kelas sosial citra pergaulan. Perempuan memiliki kelas-kelas sosial tersendiri. Misalnya handphone, motor automatic.
Pengeskploitasian perempuan berawal dari pihak yang berkepentingan, ideologi kelas dominan, yakni materialisme di mana kepentingannya itu adalah profit. 
Ideologi kelas dominan


          
Melalui media, cara pandang masyarakat diseragamkan dengan menetapkan sampel kecantikan. Masyarakat tak menyadari  adanya hegemoni yang dilakukan oleh pihak kapitalis. Media mengatur  cara hidup masyarakat, hampir semua mengakui bahwa perempuan cantik itu adalah yang berbadan tinggi, berkulit putih, berambut panjang dan lurus, layaknya barbie (beehh nda cantikma itu kau wee..). Mereka menghasilkan produk yang pada dasarnya tidak laku di pasaran global. Misalnya Ponds yang berfungsi untuk memutihkan kulit, tidak akan laku di belahan dunia afrika, di papua, dan daerah yang memang genetikanya berkulit hitam. Kebiasaan bangsa barat saja adalah berjemur di bawah panas matahari  untuk menggelapkan warna kulit mereka. Padahal masyarakat kita (Indonesia) saat ini ingin memutihkan kulit mereka seperti  bule, yaitu bangsa barat sendiri, sedangkan mereka berharap sesuatu yang sebaliknya. Apakah masyarakat tak pernah berpikir seperti itu ? apakah mereka tak berpikir bahwa selera mereka semua sama—disamakan? Berbondong-bondonglah mereka berburu produk-produk kelahiran kapitalisme.
Di samping itu, agama juga berperan dalam proses hegemoni pemikiran dan memperlebar kesenjangan antara hubungan perempuan dan laki-laki.
Berdasarkan buku The Philosophyof Being A Woman, dalam Taurat (Kejadian, ayat 7) dikatakan bahwa perempuan selalu dipandang rendah dan terhina. Contohnya, bahwa ada seorang ayah memiliki hak utnuk menjual putrinya seperti budak dan putrinya tidak memiliki hak untuk tidak mematuhi keputusan tersebut. Menurut aturan ini, anak perempuan (atau perempuan) adalah obyek yang tidak memiliki nilai kemanusiaan dan rahmat. Di kitab ini juga disebutkan “Hawa (perempuan) lahir dari (laki-laki) tulang rusuk Adam. Para sarjana Kristen dan Yahudi, termasuk Paulus, dalam suratnya kepada Kortinus (11:8-9), ia menulis, “Laki-laki bukanlah untuk perempuan, tetapi perempuan pastilah untuk laki-laki: untuk itu laki-laki tidak diciptakan untuk perempuan, tetapi perempuan diciptakan untuk laki-laki.
Menurut Taurat juga, (Kejadian, 3: 6, 7, 8, dan 16), seseorang wanita harus dihukum sampai akhir hidupnya untuk mengkompensasi kejahatan Hawa, telah mengakibatkan pengusiran suaminya dari taman surga. Sebuah bagian dari hukuman itu adalah menjadi tenaga kerja hamil dan abadi. Para teks taurat dan buku yang ditulis oleh pemilik otoritas gereja, mereka memperkenalkan Tuhan dan agama sebagai musuh perempuan. Augustine juga mengatakan perempuan bukanlah manusia, melainkan dia adalah wadah untuk reproduksi untuk spesies laki-laki. Beberapa pemimpin Kristen awal lainnya, seperti Tertullian, Clement dari Alexandria, memiliki pendapat yang sangat rendah terhadapa perempuan. Mereka dianggap bertanggung jawab untuk semua rasa sakit dan kesulitan yang diderita manusia—diusirnya Adam ke bumi. Thomas Aquinas juga mengatakan, “Perempuan menanggung beban dari dosa dari dosa kemanusiaan.”
Bapa Kristen juga ada yang mengatakan bahwa seorang permepuan dibandingkan dengan peri seperti seorang hamba dengan Tuhan. Dalam surat Paulus kepada Galatia tertulis, “Istri, tunduklah kepada suamimu seperti ketundukanmu kepada Tuhan.” Kemudian dalam surat ke Efesus, juga tertulis, “sebab suami adalah pemimpin isteri seperti Kristus adalah pemimpin gereja.” (5: 22-23).
Di dalam muslim sendiri, adanya hadist-hadist yang kemudian mengalami penafsiran yang berbeda-beda (multitafsir) yang kemudian ditangkap sebagai bentuk diskriminatif bagi kaum perempuan. (mohon maaf bila rujukan dalilnya tidak ada).
Sangat sulit mengeluarkan perempuan dari penjara budaya dan media. Di mana pihak materialis yang sudah sangat lama menancapkan jeruji-jeruji ini yang semakin ke sini semakin susah untuk mengeluarkan kita dari penjara yang tergembok pula oleh hegemoni mereka. Apakah kita akan tinggal diam di dalamnya ? Menunggu seorang pahlawan menghancurkan jeruji ini ? Ataukah kita sendiri yang akan membuka gembok hegemoni ini ? sebagai mahkluk merdeka, kita diberi pilihan untuk memilih.