I made this widget at MyFlashFetish.com.

Sabtu, 27 Agustus 2011

Memilih Pilihan untuk Memilih Pilihan


Jika saja landasan keimanan adalah keturunan, sungguh beruntung nasib orang-orang yang terlahir dari rahim seorang muslimah. Tapi bagaimana dengan orang-orang yang terlahir dari seorang Yahudi, Nasrani, ataupun musyrik? Apakah mereka berdosa lantaran takdirnya?
Jika kita berbicara tentang kebenaran Islam, kita pasti selalu membahasnya dari sudut pandang Islam juga, itu memang tidak salah. Tapi, bukti-bukti yang kita miliki tidak akan berlaku jika disuguhkan pada pemeluk agama lain ataupun atheis.
Sering kita berbangga bahwa kebenaran Islam adalah ayat, “Innaddina indallahil-islaam”, ayat itu sama sekali tidak salah dan memang satu-satunya agama yang diridhai oleh Allah hanyalah Islam. Tapi, apakah orang-orang nonmuslim mau menerima hal tersebut? Dan bagaimana jika mereka mengatakan bahwa Yesus adalah anak Allah seperti yang dijelaskan dalam kitab Injil. Apakah kita juga harus juga meyakininya? Tentu tidak, kan? Begitu pun dengan mereka.
Jika ingin menguji kebenaran suatu agama tentu ada standar yang berlaku secara universal. Dan yang diakui sekarang itu adalah akal atau logika.
Namun, ada sebagian orang yang menolak hal itu karena mereka berpendapat bahwa, “Bukankah keimanan itu tak harus dibahas dengan menggunakan akal, keimanan adalah sesuatu yang pasti dan datangnya dari Allah Swt. Tak perlu logis atau tidak, dan jika iman bertentangan dengan maka akal harus terkalahkan.” Bagaimana mungkin kita bisa yakin terhadap sesuatu, kalau kita tidak tahu seluk beluknya. Kenapa kita harus yakin? Karena jika keimanan tidak perlu pembuktian, maka akan bermunculan berbagai macam keyakinan baru yang semakin tidak logis.
Berapa macam keyakinan (agama) yang dihadapkan pada kita hari ini? Banyak (sangat banyak). Belum lagi dalam setiap keyakinan memiliki ‘sub keyakinan’ atau bisa kita sebut mazhab. Bahkan mazhab-mazhab itupun memiliki anak-anak golongan lagi. Begitu banyak pilihan yang harus kita pilih sebagai landasan hidup sebagai jalan untuk menyempurna. Bahkan untuk memilihnya pun kita tetap memiliki lagi pilihan-pilihan daripada cara-cara untuk menganut satu dari keyakinan-keyakinan yang berbaris mempromosikan diri masing-masing.

Penulis : Nursidah, mahasiswi Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Unhas.
Kohati Kom. Ekonomi Unhas